Senin, 19 Desember 2016

"Bukan Ayah Kandung"

Oleh : Johan Cristianto

Hari demi hari,tahun berganti tahun tetapi tetap saja sama. Waktu demi waktu tetap saja tidak berubah. Ada rasa iri di hati? Ada,sangat terasa dan hanya diriku yang merasakannya. Ingin menutut tetapi dengan siapa? Ingin mengeluh tetapi siapa yang mendengar keluhanku? Setiap orang melihatku aneh dalam keramaian. Entah mengapa mereka melihatku dengan aneh seperti itu? Dengan pakaianku yang penuh dengan compang-camping,ketika ku mendekat,mereka menjauh. Aku bartanya dan heran “ada apa dengan diriku?” setelah ku menyadari bahwa diriku hanya tunawisma. Pantas bahwa mereka menjauhi diriku. Kolong jembatan dan beberapa kardus bekas kujadikan sebagai alas tidurku.,hanya itu yang kujadikan tempat istirahat bersama kedua adikku. Kedua orangtua sudah lama pergi meninggalkan kami. Kejadian ini terjadi sekitar 2 bulan lalu,pada pukul 2 sore air laut setinggi 3 meter menghancurkan rumah kami. Kejadian ini begitu memilukan bagi kami bertiga. Kejadian ini terjadi ketika kami sudah merencanakan kegiatan liburan kami di tahun baru. Namun,kenyataan memang tidak selalu sama dengan keinginan hati. Begitu pilu kami rasakan ketika kehilangan kedua orangtua kami. Untuk makan, kami bertiga bekerjasama dengan mengamen. Rasa iri dan kekesalan sekali-sekali muncul dihatiku sambil berkata “ mengapa ini terjadi kepadaku Tuhan? Orang bilang Engkau Tuhan yang baik,tetapi kejadian ini kau biarkan terjadi pada keluargaku?”

Tepat pukul 6 pagi. Saatnya kami bersiap-siap untuk kembali bekerja. kami membagi tugas pekerjaan kami. Aku mengamen di bis kopaja dan metromini sedangkan adikku yang pertama dan kedua mengamen di lampu merah yang jarak saling berjauhan. Ketika hendak kami ingin mulai mengamen,beberapa pria dengan seragam coklat muda mendekati kami yang bekerja dipinggir jalan lantas kami pun berlari ketakutan menghindari agar kami tidak tertangkap. Tetapi apa boleh buat. Aku dan kedua adikku tertangkap. Kemudian kami dibawa ke kantor mereka untuk ditindaklanjuti. Sambil kami dibawa ke kantor,salah seorang dari bapak-bapak yang menangkap kami menanyaiku. “dek kalian hanya bertiga saja?” Tanya sang bapak. Jawab aku “Iya pak kami hanya bertiga saja. Ada apa memang nya pak?” “saya prihatin dan terharu, kalau kalian bisa iklhas menerima keadaan dengan kepergian orangtua kalian” “klo seandainya kalian ikut bapak gimana? Kalian mau?” Tanya sang bapak. “ikut kemana pak?” Tanya aku dengan penasaran. “ikut tinggal bersama saya dirumah saya” jawab sang bapak dengan penuh kasih sayang.

 Kemudian tanya aku dengan penasaran “memangnya anak-anak bapak kemana?” lalu si bapak menjawab dengan sedih “anak-anak saya sudah meninggal dunia,nak. Mereka mengalami kecelakaan saat hendak pulang dari acara sekolah mereka” tiba-tiba ku terdiam sejenak menyesal karena perkataanku yang membuat bapak tadi sedih.
Akhirnya kami bertiga pun sampai dirumah yang sederhana. Dalam hati aku bertanya heran dengan maksud bapak ini yang mau mengadopsi kami. Rasa sukacita timbul didalam hati kami karena niat dari bapak Satpol PP tadi yang mau mengadopsi kami. Kami diberi kebutuhan yang cukup dari bapak angkat kami. Seberapa banyak makanan dan pakaian yang diberikan kepada kami, kami tetap merasa sukacita. Karena yang terpenting bagi kami adalah sosok ayah yang bisa menjadi teladan buat kami.

Berjalan 6 tahun,hidup kami dicukupi dengan pemberian ayah angkat kami. Aku yang berhasil menggapai cita-cita ku menjadi sarjana ekonomi dan bekerja di lembaga keuangan negara, dan kedua adikku yang baru saja berhasil menjadi sarjana teknik.  Masa kecil kami yang hidup dengan orangtua angkat hingga sekarang membuat kami semakin yakin, bahwa rencana Ilahi tidak ada yang kebetulan.  Satu-satunya jalan adalah berserah dan jalanilah hidup dengan ikhlas maka jawaban pasti ada.

2 komentar: