"Bukan Ayah Kandung"
Oleh : Johan Cristianto
Hari demi hari,tahun berganti tahun tetapi tetap saja sama. Waktu demi waktu tetap saja tidak berubah. Ada rasa iri di hati? Ada,sangat terasa dan hanya diriku yang merasakannya. Ingin menutut tetapi dengan siapa? Ingin mengeluh tetapi siapa yang mendengar keluhanku? Setiap orang melihatku aneh dalam keramaian. Entah mengapa mereka melihatku dengan aneh seperti itu? Dengan pakaianku yang penuh dengan compang-camping,ketika ku mendekat,mereka menjauh. Aku bartanya dan heran “ada apa dengan diriku?” setelah ku menyadari bahwa diriku hanya tunawisma. Pantas bahwa mereka menjauhi diriku. Kolong jembatan dan beberapa kardus bekas kujadikan sebagai alas tidurku.,hanya itu yang kujadikan tempat istirahat bersama kedua adikku. Kedua orangtua sudah lama pergi meninggalkan kami. Kejadian ini terjadi sekitar 2 bulan lalu,pada pukul 2 sore air laut setinggi 3 meter menghancurkan rumah kami. Kejadian ini begitu memilukan bagi kami bertiga. Kejadian ini terjadi ketika kami sudah merencanakan kegiatan liburan kami di tahun baru. Namun,kenyataan memang tidak selalu sama dengan keinginan hati. Begitu pilu kami rasakan ketika kehilangan kedua orangtua kami. Untuk makan, kami bertiga bekerjasama dengan mengamen. Rasa iri dan kekesalan sekali-sekali muncul dihatiku sambil berkata “ mengapa ini terjadi kepadaku Tuhan? Orang bilang Engkau Tuhan yang baik,tetapi kejadian ini kau biarkan terjadi pada keluargaku?”
Oleh : Johan Cristianto
Hari demi hari,tahun berganti tahun tetapi tetap saja sama. Waktu demi waktu tetap saja tidak berubah. Ada rasa iri di hati? Ada,sangat terasa dan hanya diriku yang merasakannya. Ingin menutut tetapi dengan siapa? Ingin mengeluh tetapi siapa yang mendengar keluhanku? Setiap orang melihatku aneh dalam keramaian. Entah mengapa mereka melihatku dengan aneh seperti itu? Dengan pakaianku yang penuh dengan compang-camping,ketika ku mendekat,mereka menjauh. Aku bartanya dan heran “ada apa dengan diriku?” setelah ku menyadari bahwa diriku hanya tunawisma. Pantas bahwa mereka menjauhi diriku. Kolong jembatan dan beberapa kardus bekas kujadikan sebagai alas tidurku.,hanya itu yang kujadikan tempat istirahat bersama kedua adikku. Kedua orangtua sudah lama pergi meninggalkan kami. Kejadian ini terjadi sekitar 2 bulan lalu,pada pukul 2 sore air laut setinggi 3 meter menghancurkan rumah kami. Kejadian ini begitu memilukan bagi kami bertiga. Kejadian ini terjadi ketika kami sudah merencanakan kegiatan liburan kami di tahun baru. Namun,kenyataan memang tidak selalu sama dengan keinginan hati. Begitu pilu kami rasakan ketika kehilangan kedua orangtua kami. Untuk makan, kami bertiga bekerjasama dengan mengamen. Rasa iri dan kekesalan sekali-sekali muncul dihatiku sambil berkata “ mengapa ini terjadi kepadaku Tuhan? Orang bilang Engkau Tuhan yang baik,tetapi kejadian ini kau biarkan terjadi pada keluargaku?”
Tepat pukul 6 pagi. Saatnya kami
bersiap-siap untuk kembali bekerja. kami membagi tugas pekerjaan kami. Aku
mengamen di bis kopaja dan metromini sedangkan adikku yang pertama dan kedua
mengamen di lampu merah yang jarak saling berjauhan. Ketika hendak kami ingin
mulai mengamen,beberapa pria dengan seragam coklat muda mendekati kami yang
bekerja dipinggir jalan lantas kami pun berlari ketakutan menghindari agar kami
tidak tertangkap. Tetapi apa boleh buat. Aku dan kedua adikku tertangkap.
Kemudian kami dibawa ke kantor mereka untuk ditindaklanjuti. Sambil kami dibawa
ke kantor,salah seorang dari bapak-bapak yang menangkap kami menanyaiku. “dek
kalian hanya bertiga saja?” Tanya sang bapak. Jawab aku “Iya pak kami hanya
bertiga saja. Ada apa memang nya pak?” “saya prihatin dan terharu, kalau kalian
bisa iklhas menerima keadaan dengan kepergian orangtua kalian” “klo seandainya
kalian ikut bapak gimana? Kalian mau?” Tanya sang bapak. “ikut kemana pak?”
Tanya aku dengan penasaran. “ikut tinggal bersama saya dirumah saya” jawab sang
bapak dengan penuh kasih sayang.
Kemudian tanya aku dengan penasaran “memangnya anak-anak bapak kemana?” lalu si bapak menjawab dengan sedih “anak-anak saya sudah meninggal dunia,nak. Mereka mengalami kecelakaan saat hendak pulang dari acara sekolah mereka” tiba-tiba ku terdiam sejenak menyesal karena perkataanku yang membuat bapak tadi sedih.
Kemudian tanya aku dengan penasaran “memangnya anak-anak bapak kemana?” lalu si bapak menjawab dengan sedih “anak-anak saya sudah meninggal dunia,nak. Mereka mengalami kecelakaan saat hendak pulang dari acara sekolah mereka” tiba-tiba ku terdiam sejenak menyesal karena perkataanku yang membuat bapak tadi sedih.
Akhirnya kami bertiga pun sampai
dirumah yang sederhana. Dalam hati aku bertanya heran dengan maksud bapak ini
yang mau mengadopsi kami. Rasa sukacita timbul didalam hati kami karena niat
dari bapak Satpol PP tadi yang mau mengadopsi kami. Kami diberi kebutuhan yang
cukup dari bapak angkat kami. Seberapa banyak makanan dan pakaian yang
diberikan kepada kami, kami tetap merasa sukacita. Karena yang terpenting bagi
kami adalah sosok ayah yang bisa menjadi teladan buat kami.
Berjalan 6 tahun,hidup kami
dicukupi dengan pemberian ayah angkat kami. Aku yang berhasil menggapai cita-cita
ku menjadi sarjana ekonomi dan bekerja di lembaga keuangan negara, dan kedua
adikku yang baru saja berhasil menjadi sarjana teknik. Masa kecil kami yang hidup dengan orangtua
angkat hingga sekarang membuat kami semakin yakin, bahwa rencana Ilahi tidak
ada yang kebetulan. Satu-satunya jalan
adalah berserah dan jalanilah hidup dengan ikhlas maka jawaban pasti ada.